Awal
terbentuknya Syi'ah
Pendapat pertama, Syiah lahir pada masa akhir kekhalifahan Utsman bin Affan ra atau pada masa awal kepemimpinan Ali bin Abi Thalib ra. Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifah Utsman bin Affan, yang berakhir dengan kesyahidan Ustman dan ada tuntutan umat agar Ali bin Abi Thalib ra bersedia dibaiat sebagai khalifah.
Tampaknya pendapat yang paling populer adalah bahwa syiah lahir setelah gagalnya perundingan antara khalifah Ali bin Abi Thalib dengan pihak Muawiyah bin Abu Sufyan ra di Siffin yang lazim disebut sebagai peristiwa At Tahkim (arbitasi). akibat kegagalan itu sejumlah pasukan Ali menentang kepemimpinannya dan keluar dari pasukan ali mereka ini disebut golongan Khawarij (orang orang yang keluar dari barisan Ali) sebagian besar yang sebagian besar orang yang tetap setia kepada khalifah disebut Syiah Ali (Pengikut Ali).
Pendapat kedua, Menurut An-Naubakhti, Abdullah bin Saba' asalnya beragama Yahudi. Ketika masuk Islam, ia mendukung Ali.
Pendapat pertama, Syiah lahir pada masa akhir kekhalifahan Utsman bin Affan ra atau pada masa awal kepemimpinan Ali bin Abi Thalib ra. Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifah Utsman bin Affan, yang berakhir dengan kesyahidan Ustman dan ada tuntutan umat agar Ali bin Abi Thalib ra bersedia dibaiat sebagai khalifah.
Tampaknya pendapat yang paling populer adalah bahwa syiah lahir setelah gagalnya perundingan antara khalifah Ali bin Abi Thalib dengan pihak Muawiyah bin Abu Sufyan ra di Siffin yang lazim disebut sebagai peristiwa At Tahkim (arbitasi). akibat kegagalan itu sejumlah pasukan Ali menentang kepemimpinannya dan keluar dari pasukan ali mereka ini disebut golongan Khawarij (orang orang yang keluar dari barisan Ali) sebagian besar yang sebagian besar orang yang tetap setia kepada khalifah disebut Syiah Ali (Pengikut Ali).
Pendapat kedua, Menurut An-Naubakhti, Abdullah bin Saba' asalnya beragama Yahudi. Ketika masuk Islam, ia mendukung Ali.
Dia lah orang pertama yang terang terangan
mengisukan kewajiban imamahnya Ali serta berlepas diri (bara'ah) dari musuh
musuhnya. Di jelaskan pula, bahwa ketika Abdullah bin Saba' masih beragama
Yahudi pernah mempopulerkan pendapat bahwa Yusa' bin Nun adalah pelanjut Nabi
Musa.
Maka ketika masuk Islam, ia pun berpendapat bahwa
Ali adalah pelanjut Nabi Muhammad. Faktor inilah yang membuat orang menuduh
bahwa sumber ajaran Syi'ah berasal dari Yahudi.
Asal-usul Syiah
Syiah secara etimologi bahasa berarti
pengikut, sekte dan golongan. Sedangkan dalam istilah Syara', Syi'ah adalah
suatu aliran yang timbul sejak pemerintahan Utsman bin Affan yang dikomandoi
oleh Abdullah bin Saba', seorang Yahudi dari Yaman.
Setelah terbunuhnya Utsman
bin Affan, lalu Abdullah bin Saba' mengintrodusir ajarannya secara
terang-terangan dan menggalang massa untuk memproklamirkan bahwa kepemimpinan
(baca: imamah) sesudah Nabi saw sebenarnya ke tangan Ali bin Abi Thalib karena
suatu nash (teks) Nabi saw. Namun, menurut Abdullah bin Saba', Khalifah Abu
Bakar, Umar, Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut.
Keyakinan itu berkembang sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil tindakan oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian mereka melarikan diri ke Madain.
Aliran Syi'ah pada abad pertama hijriyah belum merupakan aliran yang solid sebagai trend yang mempunyai berbagai macam keyakinan seperti yang berkembang pada abad ke-2 hijriyah dan abad-abad berikutnya.
Pokok-Pokok Penyimpangan Syiah pada Periode Pertama:
1. Keyakinan bahwa imam sesudah Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi saw. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib ra.
2. Keyakinan bahwa imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa)
3. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup
kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu
Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dll.
4. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib,
baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali
dan Imam.
5. Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para
pengikut Abdullah bin Saba' dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi
Thalib karena keyakinan tersebut.
6. Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin
Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap
orang yang meyakini kebohongan tersebut
7. Keyakinan mencaci maki para Sahabat atau sebagian Sahabat seperti Utsman bin
Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa' wal Firaq wal Bida' wa Mauqifus Salaf minhaa,
Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hal. 237)
Pada abad ke-2 hijriyah, perkembangan keyakinan Syi'ah semakin menjadi-jadi
sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus
berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyah
di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaini
dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.
Pokok-Pokok Penyimpangan Syi'ah Secara Umum:
Pokok-Pokok Penyimpangan Syi'ah Secara Umum:
1. Pada Rukun Iman:
Syiah hanya memiliki 5 rukun iman, tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Rasul dan Qadha dan Qadar- yaitu: 1. Tauhid (keesaan Allah), 2. Al-'Adl (keadilan Allah) 3. Nubuwwah (kenabian), 4. Imamah (kepemimpinan Imam), 5.Ma'ad (hari kebangkitan dan pembalasan). (Lihat 'Aqa'idul Imamiyah oleh Muhammad Ridha Mudhoffar dll)
2. Pada Rukum Islam:
Syiah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu: 1.Shalat, 2.Zakat, 3.Puasa,
Syiah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu: 1.Shalat, 2.Zakat, 3.Puasa,
4.Haji, 5.Wilayah (perwalian) (lihat Al-Khafie juz II hal
18)
3. Syi'ah meyakini bahwa Al-Qur'an sekarang ini telah dirubah, ditambahi atau
dikurangi dari yang seharusnya, seperti:
wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna 'ala 'abdina FII 'ALIYYIN fa`tu bi shuratim mim mits lih (Al-Kafie, Kitabul Hujjah: I/417)
Ada tambahan fii 'Aliyyin dari teks asli Al-Qur'an yang berbunyi:
wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna 'ala 'abdina fa`tu bi shuratim mim mits lih (Al-Baqarah:23)
Karena itu mereka meyakini bahwa: Abu Abdillah a.s (imam Syiah) berkata: Al-Qur'an yang dibawa oleh Jibril a.s kepada Nabi Muhammad saw adalah 17.000 ayat (Al-Kafi fil Ushul Juz II hal.634). Al-Qur'an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi'ah Al-Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fashlul Khithab karangan An-Nuri Ath-Thibrisy)
4. Syi'ah meyakini bahwa para Sahabat sepeninggal Nabi saw, mereka murtad, kecuali beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi juz II hal 244)
5. Syi'ah menggunakan senjata taqiyyah yaitu berbohong, dengan cara menampakkan
sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui (Al Kafi fil
Ushul Juz II hal.217)
6. Syi'ah percaya kepada Ar-Raj'ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya
masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat dikala imam Ghaib mereka keluar dari
persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam
kepada lawan-lawannya.
7. Syi'ah percaya kepada Al-Bada', yakni tampak bagi Allah dalam hal keimaman
Ismail (yang telah dinobatkan keimamannya oleh ayahnya, Ja'far As-Shadiq,
tetapi kemudian meninggal disaat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak
tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tetap maksum
(terjaga).
8. Syiah membolehkan nikah mut'ah, yaitu nikah kontrak dengan jangka waktu
tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shadiqin Juz II hal.493). Padahal hal itu telah
diharamkan oleh Rasulullah saw
yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib
sendiri.
Nikah Mut'ah
Nikah mut'ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Nikah mut'ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Ada 6 perbedaan prinsip antara nikah mut'ah dan nikah sunni (syar'i):
1. Nikah mut'ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh
waktu.
2. Nikah mut'ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau
fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia
3. Nikah mut'ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni
menimbulkan pewarisan antara keduanya.
4. Nikah mut'ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan
jumlah istri hingga maksimal 4 orang.
5. Nikah mut'ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus
dilaksanakan dengan wali dan saksi.
6. Nikah mut'ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah
sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.
Dalil-Dali Haramnya Nikah Mut'ah
Haramnya nikah mut'ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi saw juga pendapat para ulama dari
Dalil-Dali Haramnya Nikah Mut'ah
Haramnya nikah mut'ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi saw juga pendapat para ulama dari
4 madzhab.
Dalil dari hadits Nabi saw yang diwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya
Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma'bad Al-Juhaini, ia berkata:
Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami
berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa
muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut
(selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: Ada
selimut seperti selimut. Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu
malam.
Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat
Rasulullah saw sedang berpidato diantara pintu Ka'bah dan Hijr Ismail. Beliau
bersabda, Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk
melakukan nikah mut'ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan cara
nikah mut'ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian
berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah azza wa jalla
telah mengharamkan nikah mut'ah sampai Hari Kiamat (Shahih Muslim
II/1024)
Dalil hadits lainnya: Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas ra bahwa Nabi Muhammad saw melarang nikah mut'ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar (Fathul Bari IX/71)
Pendapat Para Ulama
Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut:
- Dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya
Al-Mabsuth (V/152) mengatakan: Nikah mut'ah ini bathil menurut madzhab kami.
Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H) dalam kitabnya Bada'i
Al-Sana'i fi Tartib Al-Syara'i (II/272) mengatakan, Tidak boleh nikah yang
bersifat sementara, yaitu nikah mut'ah
- Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul
Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334) mengatakan, hadits-hadits
yang mengharamkan nikah mut'ah mencapai peringkat mutawatir Sementara itu Imam
Malik bin Anas (wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawanah Al-Kubra (II/130)
mengatakan, Apabila seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka
nikahnya batil.
- Dari Madzhab Syafi', Imam Syafi'i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85)
mengatakan, Nikah mut'ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi
dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan
seorang lelaki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari,
sepuluh hari atau satu bulan. Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam
kitabnya Al-Majmu' (XVII/356) mengatakan, Nikah mut'ah tidak diperbolehkan,
karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq,
maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu.
- Dari Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya
Al-Mughni (X/46) mengatakan, Nikah Mut'ah ini adalah nikah yang bathil. Ibnu
Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat 242 H) yang
menegaskan bahwa nikah mut'ah adalah haram.
Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan Syi'ah. Kami ingatkan kepada kaum muslimin agar waspada terhadap ajakan para propagandis Syi'ah yang biasanya mereka berkedok dengan nama Wajib mengikuti madzhab Ahlul Bait, sementara pada hakikatnya Ahlul Bait berlepas diri dari mereka, itulah manipulasi mereka. Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih.
Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan Syi'ah. Kami ingatkan kepada kaum muslimin agar waspada terhadap ajakan para propagandis Syi'ah yang biasanya mereka berkedok dengan nama Wajib mengikuti madzhab Ahlul Bait, sementara pada hakikatnya Ahlul Bait berlepas diri dari mereka, itulah manipulasi mereka. Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih.
Syi'ah Sesat |
Posting Komentar